CIAMIS, Faktaindonesianews.com — Kebocoran akun media sosial resmi milik Pemerintah Kabupaten Ciamis yang menyebarkan konten tidak senonoh memicu kemarahan publik dan sorotan tajam terhadap sistem keamanan digital instansi pemerintahan.
Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Ciamis, Hendri Ridwansyah, menilai insiden ini sebagai dampak dari rendahnya kesadaran akan keamanan siber di lingkungan birokrasi. “Selalu gunakan kata sandi yang kuat dan unik agar terhindar dari ancaman siber. Dan yang paling penting, aktifkan two-factor authentication. Jangan remehkan celah kecil, itu bisa jadi bencana,” tegas Hendri dalam keterangannya, Sabtu (5/7/2025).
Menurut Hendri, banyak pengelola akun pemerintah masih menggunakan kebiasaan berisiko tinggi, seperti menyimpan kata sandi di browser, menggunakan informasi pribadi sebagai password, bahkan membagikan akses tanpa kontrol ketat. “Masih banyak yang pakai tanggal lahir, nama anak, bahkan nama lembaga sebagai password. Ini jelas rentan dan tidak profesional,” tambahnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti praktik keliru lain seperti mencampur perangkat pribadi dengan perangkat dinas dan membiarkan akun diakses oleh banyak pihak tanpa protokol keamanan yang jelas.
Kritik masyarakat pun bermunculan. Warganet menilai permintaan maaf melalui fitur story tidak cukup. Mereka mendesak adanya pertanggungjawaban terbuka dan langkah nyata agar kejadian serupa tak berulang. “Siapa yang pegang akun? Kenapa bisa lolos? Ini bukan sekadar kecelakaan,”ujarnya.
Pakar IT asal Tasikmalaya, Hilman Nugraha, menilai kejadian ini sebagai kegagalan sistemik, bukan semata kelalaian teknis. “Ini bukan cuma soal bocor akun. Ini soal siapa yang pegang kendali, bagaimana akses dikelola, dan seberapa serius mereka menerapkan sistem keamanan,” tegas Hilman.
Menurutnya, akun resmi lembaga negara harus dikelola secara profesional, menggunakan perangkat dan akses yang terpisah dari kepentingan pribadi. “Sistem bisa diretas, tapi yang lebih berbahaya adalah jika pengelolanya sendiri sembrono,” ujarnya.
Hilman dan Hendri sepakat bahwa perlindungan akun digital lembaga tidak bisa ditawar. Pemerintah daerah harus segera menerapkan audit digital berkala, memperkuat SOP pengelolaan akun, serta mewajibkan pelatihan literasi digital bagi seluruh pengelola media sosial lembaga.
“Di era keterbukaan informasi ini, reputasi lembaga bisa rusak hanya karena satu unggahan ceroboh,” pungkas Hilman.
Sumber: Faktaindonesianews.com